HARAF
JAR DALAM NOVEL ALAUDDIN DAN LAMPU AJAIB
KARYA
HASAN JUHER
(Kajian
Ilmu Nahwu)
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Al-Qur’an
adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Merupakan sumber
petunjuk dan ilham abadi bagi tingkah laku manusia, baik individu maupun
kolektif. Selain itu, merupakan pedoman yang sangat diperlukan manusia dalam
mencari jalan hidup yang berdasarkan keadilan, kebenaran, kebajikan, kebaikan,
dan moral yang tinggi. Kita kaum muslim memaklumi, bahwa bahasa Arab adalah
bahasa Al-qur’an. Setiap orang muslim yang bermaksud mendalami ajaran islam
yang sebenarnya dan lebih mendalam, tiada jalan lain kecuali harus mampu
menggali dari sumber asalnya, yaitu Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Oleh
karena itu, menurut Kaidah Hukum Islam, mengerti akan ilmu Nahwu itu termasuk
pelajaran pertama yang dikaji, dan kitab yang dipakai biasanya kitab Al-Ajurumiyyah.
Menurut pengalaman penulis, memahami kitab Al-Jurumiyyah secara
mendalam terutama dengan menghafalnya di luar kepala, merupakan tugas berat
bagi para santri, bahkan kadang-kadang memerlukan waktu lama, padahal selain
mengkaji kitab Al-Jurumiyyah mereka pun mengkaji kitab-kitab lainnya[1].
Demikian pentingnya bahasa arab dan ilmu-ilmunya,
sehingga Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimi di dalam muqoddimah kitabnya
“At-Ta’liiqoot Al-Jaliyyah ‘Alaa Syarhil Muqoddimah Al-Ajruumiyyah mengatakan ilmu nahwu adalah ilmu yang mulia,
ilmu wasilah, yang menjadi wasilah (perantara) kepada dua perkara yang penting.
Oleh karena itu, maka mengerti nahwu merupakan
suatu perkara yang penting sekali, akan
tetapi nahwu pada awalnya sulit dan di akhirnya mudah, dimisalkan seperti rumah
yang terbuat dari bambu dan pintunya dari besi, maksudnya sulit sekali untuk
memasukinya tapi jika kamu sudah memasukinya maka akan menjadi mudahlah bagimu
segala sesuatunya. Oleh karena ini, seyogyanyalah bagi seseorang untuk
bersemangat mempelajari Haraf Jar permulaannya sehingga akan menjadi mudah
baginya yang tersisa lainnya.
Nahwu adalah kaidah-kaidah Bahasa
Arab untuk mengetahui bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih
satu kata (Mufrod) atau ketika sudah tersusun (Murokkab).
Termasuk didalamnya adalah pembahasan Sorof. Karena Ilmu Shorof bagian dari
Ilmu Nahwu, yang ditekankan kepada pembahasan bentuk kata dan keadaannya ketika
mufrodnya. Jadi secara garis besar, pembahasan Nahwu mencakup pembahasan
tentang bentuk kata dan keadannya ketika belum tersusun (mufrod),
semisal bentuk Isim Fa’il mengikuti wazan faa’ilun, Isim Tafdhil
mengikuti wazan af’al, berikut keadaan-keadaannya semisal cara
mentatsniyahkan, menjamakkan, mentashghirkan dll. Juga pembahasan keadaan kata
ketika sudah tersusun murokkab semisal rofa’nya kalimah isim ketika
menjadi fa’il, atau memu’annatskan kalimah fi’il jika sebelumnya menunjukkan
Mu’annats dll. Satu kata dalam Bahasa Arab disebut kalimah yaitu satu
lafadz yang menunjukkan satu arti. Kalimat atau susunan kata dalam Bahasa
Arab disebut murokkab. Jika kalimat atau susunan kata tersebut telah
sempurna, atau dalam kaidah nahwunya telah memberi pengertian dengan suatu
hukum ” Faidah baiknya diam” maka kalimat sempurna itu disebut Kalam
atau disebut jumlah.
Alasan akademik yang mendorong dilakukan
penelitian dengan pendekatan ilmu nahwu, tepatnya haraf jar dalam Novel
Alauddin dan Lampu Ajaib Karya Hasan Juher. Bahwa haraf jar tidak hanya
memiliki satu makna tetapi Haraf Jar mempunyai makna lebih dari satu.
HARAF
JAR DALAM NOVEL ALAUDDIN DAN LAMPU AJAIB
KARYA
HASAN JUHER
(Kajian
Ilmu Nahwu)
B. Identifikasi
dan Rumusan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian
ini hanya dibatasi pada kajian Ilmu Nahwu dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib
karya Hasan Juher. Nahwu adalah kaidah-kaidah Bahasa Arab untuk
mengetahui bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata
(Mufrod) atau ketika sudah tersusun (Murokkab). Termasuk didalamnya adalah
pembahasan Sorof. Karena Ilmu Shorof bagian dari Ilmu Nahwu, yang ditekankan
kepada pembahasan bentuk kata dan keadaannya ketika mufrodnya. Jadi secara
garis besar, pembahasan Nahwu mencakup pembahasan tentang bentuk kata dan
keadannya ketika belum tersusun (mufrod) , semisal bentuk Isim Fa’il mengikuti
wazan فاعل, Isim Tafdhil
mengikuti wazan أفعل,
berikut keadaan-keadaannya semisal cara mentatsniyahkan, menjamakkan,
mentashghirkan dll. Juga pembahasan keadaan kata ketika sudah tersusun
(murokkab) semisal rofa’nya kalimah isim ketika menjadi fa’il, atau
memu’annatskan kalimah fi’il jika sebelumnya menunjukkan Mu’annats dll.
Berdasarkan uraian
diatas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1.
Apa saja Haraf Haraf
Jar yang ada dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher?
2.
Apa makna haraf Haraf
Jar dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada dua tujuan
yang ingin didapatkan dalam penelitian ini yaitu:
1.
Untuk mengtahui haraf
Haraf Jar yang ada dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher.
2.
Untuk mengetahui
makna haraf Haraf Jar dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher.
Adapun manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat Praktis
a.
Peneliti
Memberikan informasi kepada penulis mengenai Haraf Haraf Jar yang
terkandung dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher.
b.
Pembaca
Pembaca dapat menggunakan hasil penelitian ini, untuk menambah dan
memperkaya khazanah Ilmu Nahwu dari isi Haraf-Haraf Haraf Jar yang terdapat
dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher.
2.
Manfaaf Teoritis
a.
Dapat digunakan
sebagai rujukan, dasar, dan pengembangan untuk penelitian selanjutnya.
b.
Sebagai sumber
informasi dan tambahan khazanah disiplin ilmu khususnya Ilmu Nahwu.
D. Tinjauan Pustaka
Telah ditemukan beberapa peneliti terdahulu yang meneliti Haraf Haraf
Jar yaitu Wildan Gumilar Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan
Humaniora, Universitas Islam Negeri, Sunan Gunung Djati Bandung. Tetapi objek
penelitiannya ialah Al-Qur’an Surat Lukman, dengan demikian penelitian tentang haraf
jar masih terbuka, untuk itu penelitian ini menitikberatkan tentang haraf jar
dan maknanya dalam Novel Alauddin dan Lampu karya Hasan Juher.
E. Kerangka Berpikir
Nahwu
adalah kaidah-kaidah Bahasa Arab untuk mengetahui bentuk
kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika
sudah tersusun (Murokkab). Termasuk didalamnya adalah pembahasan Sorof. Karena
Ilmu Shorof bagian dari Ilmu Nahwu, yang ditekankan kepada pembahasan bentuk
kata dan keadaannya ketika mufrodnya. Jadi secara garis besar, pembahasan Nahwu
mencakup pembahasan tentang bentuk kata dan keadannya ketika belum tersusun
(mufrod) , semisal bentuk Isim Fa’il mengikuti wazan فاعل, Isim Tafdhil mengikuti wazan أفعل, berikut keadaan-keadaannya semisal cara mentatsniyahkan,
menjamakkan, mentashghirkan dll. Juga pembahasan keadaan kata ketika sudah
tersusun (murokkab) semisal rofa’nya kalimah isim ketika menjadi fa’il, atau
memu’annatskan kalimah fi’il jika sebelumnya menunjukkan Mu’annats dll. Satu
kata dalam Bahasa Arab disebut Kalimah (الكَلِمَة) yaitu satu lafadz yang menunjukkan satu arti.
Kalimat atau susunan kata dalam Bahasa Arab disebut Murokkab (المُرَكَّب). Jika kalimat
atau susunan kata tersebut telah sempurna, atau dalam kaidah nahwunya telah
memberi pengertian dengan suatu hukum ” Faidah baiknya diam” maka kalimat
sempurna itu disebut Kalam (الكَلاَم) atau disebut Jumlah (الجُمْلَة).
Kalimah-Kalimah dalam Bahasa Arab,
diringkas menjadi tiga macam: 1). Kalimah Fiil (الفِعْلُ) = Kata kerja, 2). Kalimah Isim (الإِسْمُ) = Kata Benda,
3). Kalimah Harf (الحَرْفُ) = Kata Tugas. Khusus untuk Kalimah Fi’il, bisa dimasuki: قد, س, سوف, Amil Nashob ان dan saudara-saudaranya, Amil
Jazm, Ta’ Fa’il, Ta’ Ta’nits Sakinah, Nun Taukid, Ya’ Mukhotobah. Khusus untuk
Kalimah Isim, bisa dimasuki: Haraf Haraf Jar, AL, Tanwin, Nida’, Mudhof,
Musnad. Khusus untuk Kalimah Harf, terlepas dari suatu yang dikhusukan kepada
Kalimah Fiil dan Kalimah Isim. Menurut wazannya, asal Kalimah terdiri dari tiga
haraf: 1). Fa’ fi’il, 2). ‘Ain Fi’il, 3). Lam Fi’il (فَعَل). Apabila ada tambahan asal, maka ditambah 4). Lam fi’il kedua
(فَعْلَل). Apabila
ada tambahan haraf bukan asal. Maka ditambah pula pada wazannya dengan haraf
tambahan yang sama, semisal مُسْلِمada
tambahan haraf Mim didepannya, maka ikut wazan مُفْعِ. Dari pernyataa diatas yang terdapat dalam ilmu nahwu yang
dijadikan pendekatan (pisau analisis) dalam penelitian ini hanyalah ilmu nahwu
saja. Itupun dititikberatkan pada salah satu pembahasan, yaitu Haraf Jar
pada asalnya ditandai dengan kasrah. Tapi diganti oleh ي
pada isim musanna, jama mudzakar salim dan asma’ khamsah. Dan
diganti dengan fathah pada isim-isim yang tidak menerima tanwin jika tidak
dimasuki ال
dan tidak idhafat[2].
Jika ال
masuk pada isim tak bertanwin atau isim itu di idhafatkan, maka maka diHaraf
Jarkan dengan kasrah. Haraf Haraf Jar dalam bahasa Arab sama dengan partikel
kata depan dalam bahasa Indonesia. Kata yang diikuti oleh kata depan digunakan
dalam kamus genetik. Maka dari itu, haraf akhirnya berharakat kasrah, seperti
ف (fiy) = di dalam, ف كتاب (fiy kitabin) = di dalam
sebuah buku, في كتا ب (fi kitabi) = di dalam
sebuah buku itu. Kata depan dibagi menjadi: a). Kata depan yang tak dapat
dipisahkan, terdiri atas satu haraf yang selalu terikat dengan kata berikutnya,
b). Kata depan yang terpisah, yaitu
yang terdiri sendiri, baik berupa partikel atau kata benda dalam akusatif[3].
Kata depan yang tidak
dapat dipisahkan ب di, oleh, dengan dan sebagainya.
Kata kerja yang menyatakan arti mulai, melekat, meraih disusun
dengan ب
, contoh اتّصل به = dia berhubungan dengan, بدأ به
= dia memulai dengannya.
F. Metode dan Langkah
Penelitian
Untuk memudahkan
penelitian ini, maka akan dijelaskan metode dan langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Metode
Penelitian
Metode yang
digunakan adalah metode analisis data, yaitu mengumpulkan data kemudian memilih
data dan bagaimanakah hubungan antar unsur-unsur data tersebut, tugas utama
metode ini ialah menganalisa akhir, sebagai media yang digunakan adalah Novel
Alauddin dan Lampu Ajaib. Data diproses (diedit, dikoreksi dan dianalisa)[4]. Analisis data
yang menggunakan teknik deskriftif kualikatif memanfaatkan persentase hanya
merupakan langkah awal saja dari keseluruhan proses analisis[5]. Berdasarkan
tujuan-tujuan analisis data itu, maka ada tiga kelompok besar metode analisis
data kualitatif, yaitu: 1). Kelompok metode analisis teks dan bahasa, 2).
Kelompok analisis tema-tema budaya, dan 3). Kelompok analisis kinerja dan
pengalaman individual, serta perilaku institusi. Analisis teks dan bahasa
adalah alat analisis yang bertujuan mengungkapkan proses makna teks dan bahasa,
sehingga dapat mengungkapakan proses-proses etik dan emik yang terkandung di
dalam teks dan bahasa itu, baik dalam konteks objek, subjek maupun wacana yang
berlangsung di dalam proses tersebut, metode analisis data tersebut selain
digunakan sebagai alat analisis terhadap subjek penelitian, juga menganalisis
pula konteks-konteks sosial budaya yang mengitari fenomena dan peristiwa sosial
yang dialami oleh subjek penelitian[6].
2. Langkah-Langkah
Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian
yang akan ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Sumber
Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah Novel Alauddin
dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher yang diterbitkan oleh Darul Ma’arif, Kairo,
1119.
b. Jenis
Data
Dalam penelitian ini adalah yang ada dalam Novel
Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher yang diterbitkan oleh Darul Ma’arif,
Kairo, yang mana dalam susunannya terdapat Haraf Haraf Jar yang perlu diteliti.
Data tersebut diperoleh setelah menganalisis, mengklasifikasi dan menyimpulkan.
c. Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Inventarisasi
Sumber, Pemilihan Sumber.
2. Penelaahan
Sumber dan pencatatan sumber data.
Teknik
pengumpulan seperti ini menggunakan teknik kepustakaan yang dimana data-data
diperoleh dan dikemas dari rujukan atau catatan dari sejumlah orang.
d. Analisis
Data
Dalam tahap ini, data yang telah diperoleh atau data
yang telah terkumpul dianalisis dan dijelaskan objek kajian Ilmu Nahwu guna
mengetahui, mengklasifikasikan serta menemukan Haraf-Haraf Jar dalam Novel
Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher. Adapun langkah-langkah kerjanya
sebagai berikut:
1. Menganalisis
dan memilih kata-kata tiap halaman pada Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya
Hasan Juher.
2. Menjelaskan
tujuan atau faedah Haraf-Haraf Jar yang terdapat dalam Novel Alauddin dan Lampu
Ajaib karya Hasan Juher.
3. Merumuskan
Simpulan.
Simpulan merupakan proses akhir dari kegiatan
penelitian untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah.
G. Sistematika
Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN.
Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah; Identifikasi
dan Rumusan Masalah; Tujuan dan Manfaat
Penelitian; Tinjauan Pustaka; Kerangka Berpikir; Metode dan Langkah Penelitian;
dan Sistematika Penulisan.
BAB II. LANDASAN TEORI.
Bab ini berisi penelitin yang relevan, pengetian Ilmu
Nahwu, pendekatan yang digunakan, Haraf-Haraf Jar dalam Novel Alauddin dan
Lampu Ajaib karya Hasan Juher, Konsep Haraf Jar, Pembagian Haraf Jar.
BAB III. PEMBAHASAN.
Bab ini berisi gambaran umum tentang Novel Alauddin dan
Lampu Ajaib karya Hasan Juher, Haraf Jar dan maknanya dalam Novel Alauddin dan
Lampu Ajaib karya Hasan Juher.
BAB IV. PENUTUP.
Bab ini berisis tentang simpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Sepintas
tentang Nahwu
Nahwu secara bahasa memiliki arti seperti atau misalnya (Kamus Al Munawwir). Secara istilah, Nahwu adalah ilmu tentang pokok, yang bisa diketahui dengannya tentang harkat (baris) akhir dari suatu kalimat baik secara i’rab atau mabniy. Baris atau harkat yg dimaksud disini adalah baris atau harkat terakhir dari suatu kata, contoh Alhamdu, maka yg dibahas dalam ilmu nahwu adalah harkat terakhir yaitu dhammah dari kata (du). Sejarah Ilmu Nahwu Banyak hal yang menyebabkan ilmu nahwu disusun. Secara umum sebab nya adalah seputar kekeliruan orang-orang Arab pada bahasa mereka yang disebabkan bercampurnya mereka dengan orang-orang ‘ajam (non Arab) yang masuk islam sehingga mempengaruhi tata bahasa mereka.
Seperti halnya bahasa-bahasa yang lain, Bahasa Arab mempunyai kaidah-kaidah tersendiri di dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal, baik berupa komunikasi atau informasi. Lalu, bagaimana sebenarnya awal mula terbentuknya kaidah-kaidah ini, dan kenapa dikatakan dengan istilah nahwu. Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya.
Namun ketika Islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang.
Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu. Adapun orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad Ad-Duali dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Sayidina Ali Bin Abi Thalib.
Terdapat suatu kisah yang dinukil dari Abul Aswad Ad-Duali, bahwasanya ketika ia sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak mendongakkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang-bintang. Kemudian ia berkata, مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ . “Apakah yang paling indah di langit?”.
Dengan mengkasrah hamzah, yang menunjukkan kalimat tanya. Kemudian sang ayah mengatakan, نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ . “Wahai anakku, Bintang-bintangnya”. Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan, اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ . “Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman”. Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah, مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ . “Betapa indahnya langit”. Bukan, مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ . “Apakah yang paling indah di langit?”. Dengan memfathahkan hamzah.
Dikisahkan pula dari Abul Aswad Ad-Duali, ketika ia melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan, أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ Dengan mengkasrahkan haraf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya..” Hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan. Seharusnya kalimat tersebut adalah, أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ “ Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.” Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah Islam.
Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali, اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ “Ikutilah jalan ini”. Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah). Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi.
Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri (peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Sibawaih dan Kisai (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab). Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang. Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Diantara penyebab utama disusunnya Ilmu Nahwu adalah:
1. Pada
masa Rasulullah diriwayatkan bahwa ada seseorang yang keliru bahasanya, maka
Rasulullah bersabda: “Bimbinglah saudura kalian ini.. Sesungguhnya
dia tersesat”
- Berkata Abu Bakar Ash Shidiq: “Aku lebih menyukai jika aku membaca dan aku terjatuh dari pada aku membaca dan aku keliru”
- Pada masa Umar bin Khattab, bahasa yang keliru di kalangan orang arab semakin menjamur. Hal ini disebabkan karena perluasan daerah kekuasaan Islam sehingga banyak orang-orang ‘ajam yang masuk islam.
B. Konsep
Haraf Jar
Seperti yang
telah dibicarakan sebelumnya bahwa haraf jar merupakan bagian dari ilmu nahwu, haraf
jar terbagi kedalam dua puluh haraf diantaranya[7]:
الباء, من, إلى, عن, على, في, الكاف,
اللام, الواو, التاء, مذ, منذ, رب, حتى, خلا, عدا, حاشا, كي, متى, لعل.
1. الباء
Mempunyai
sebelas makna, diantaranya:
لا يأبه بأوامر والديه ...
2.
Meminta pertolongan, yaitu untuk
meminta pertolongan kepada Alloh swt. Contohnya dalam novel:
وحاول ولداه إصلاحه باللين تارة
...
3. Sebab-Sebab,
yaitu sebab akibat yang ditimbulkan terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Contohnya dalam novel:
علاء الدين لنفسه
العابثة المستهترة العنان ...
4.
Transitif, yaitu membutuhkan kata
kerja. Contohnya dalam novel:
ذاقت في أثنائها ...
5.
Sumpah, yaitu sumpah terhadap
sesuatu hal. Contohnya dalam novel:
أن تعمل لتكسب قوتها وقوت ذلك ...
6.
Didalam atau bermakna (في ). Contohnya dalam novel:
في مدينة من مدن الصين العظيمة ...
7.
Menyertai atau bermakna (في).
Contohnya dalam novel:
وكان ما يكسبه في صنعته ...
8.
Sebagian atau bermakna (في).
Contohnya dalam novel:
في اللعب واللهو مع لداته ...
9.
Tentang. Contohnya dalam novel:
ولما عرف ما يريد عن علاء الدين
نحا نحوه ...
10.
Diatas atau bermakna (على).
Contohnya dalam novel:
ويقص على بعض النوادر ...
11.
Menguatkan, yaitu menambahkan
lafazd. Contohnya dalam novel:
ومن توكل على الله كفاه شرور الناس
...
2.
من
Mempunyai enam makna,
diantaranya:
1.
Memulai, yaitu memulai tentang
tempat atau waktu. Contohnya dalam novel:
ولكن خوفه من كشف قيمة الأطباق
...
2.
Sebagian atau bermakna (بعض).
Contohnya dalam novel:
حتى باع الاثنى عشر طبقا ...
3.
Menjelaskan. Contohnya dalam novel:
وذهب به إلى السوق ...
4.
Menguatkan, yaitu menambahkan
lafazd. Contohnya dalam novel:
أخذ علاء الدين طبقا كما فعل أول
مرة ...
5.
Didalam atau bermakna (في).
Contohnya dalam novel:
وكان مما حز في نفسي ...
أكبر التجار في المدينة ...
وفي أثنا ئه تجاذبو أطراف ...
6.
Tentang. Contohnya dalam novel:
عن اليمين وعن الشمال ...
3.
إلى
Mempunyai
tiga makna, diantaranya:
1.
Akhir, yaitu tentang waktu atau
tempat. Contohnya dalam novel:
بل رافقه إلى بيته ...
ودعا علاء الدين إلى مرافقته ...
ولما وصلا إلى أطراف المدينة ...
2.
Menyertai atau bermakna (مع).
Contohnya dalam novel:
ورأت على وجهه امارات التفكير ...
3.
Tentang. Contohnya dalam novel:
فوقفت عن يمينه وهو ينظر ...
4.
حتى
Mempunyai satu makna, yaitu akhir.
Contohnya dalam novel:
وظل الزمن يمر حتى كانت سن علاء
الدين خمس عشرة سنة ...
فما كاد يلمحه حتى وقف ...
حتى اقتربا منه ...
وما كادت تتم حديثها حتى دق
الساحر باب الدار ...
ولم يتم السا حر كلماته حتى
انفتحت الأرض أمامه ...
5.
عن
Mempunyai lima makna,
diantaranya:
1. Jauh.
Contohnya dalam novel:
عجنبى عن عظمتك ...
2. Sesudah.
Contohnya dalam novel:
هل أنت غريبة عن هذه الديار ...
3. Kepada.
Contohnya dalam novel:
هم ذهب إلى مقصورته ...
4. Sebab.
Contohnya dalam novel:
على أن يحمل كل صينية ...
5. Dari.
Contohnya dalam novel:
من الغلمان البيض ...
6.على
Mempunyai enam makna, diantaranya:
1. Diatas.
Contohnya dalam novel:
على علاء الدين ماجرى بينها وبين السلطان ...
2. Didalam.
Contohnya dalam novel:
وإن السلطان في انتظار ردك الان
...
3. Tentang.
Contohnya dalam novel:
وأخذوا يتساعلون عن نبعه ...
4. Menyertai.
Contohnya dalam novel:
اشتحوذة على قول الناس ...
5. Dari.
Contohnya dalam novel:
وفي حلوة ومن الناس ...
6. Makna (الباء).
Contohnya dalam novel:
ويذهبوا بها إلى مقصورة ...
6. في
Mempunyai enam makna, diantaranya:
1. Didalam.
Contohnya dalam novel:
وبالغ في الوصف ...
2. Sebab.
Contohnya dalam novel:
ومن السرور البادى ...
3. Menyertai.
Contohnya dalam novel:
وقد واقف الملك على زواجك
...
4. Diatas.
Contohnya dalam novel:
ولما وصل علاءالدين إلى القصر ...
5. Makna (الباء).
Contohnya dalam Novel:
المزخرف بأحسن الزخارف ...
6. Makna (في).
Contohnya dalam novel:
وفيها الناقورات العجيبة ...
8.الكاف
Mempunyai empat makna, diantaranya:
Makna (على).
Contohnya dalam novel:
ووفق على كثير من الأخبار ...
9.اللام
Mempunyai lima belas makna,
diantaranya:
Makna (في).
Contohnya dalam novel:
في الريف الجميل ...
واستأذن علاءالدين في الانصراف
...
في الملابس الفاخرة ...
10. الواو والتاء
Mempunyai satu makna, yaitu makna
sumpah. Contohnya dalam novel:
والعنت وشظف العيش وسوء الحال ...
وأعطني هذه النقود في يدى ...
والذي لفظ أنفاسه الأخيرة فيه ...
والأواني الأخرى ...
وافارس والاراق ...
C. Pembagian
Haraf Jar
Haraf jar dibagi
kepada tiga bagian diantaranya: pertama, makna asli atau membutuhkan kata
penghubung (transitif), kedua tidak memerlukan kata penghubung (intransitif),
ketiga seperti membutuhkan kata penghubung[8].
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Gambaran umum tentang Novel Alauddin dan
Lampu Ajaib.
Novel ini
menceritakan tentang seorang pemuda yang sederhana dan pemalas, sehingga
orangtua nya pun susah menyuruh dia untuk bekerja. Anak muda ini pun sebut saja
Alauddin, ayahnya bernama musthafa beliau beprofesi sebagai penjahit, dari hasil
menjahit beliau memberikan Alauddin makan. Ayahnya sering sekali menyuruh
Alauddin untuk meneruskan pekejaan ayahnya itu, yaitu menjadi seorang penjahit,
tapi Alauddin terus saja menolaknya, sampai akhirnya sang ayah meninggal dunia.
Dan beliau tak sempat melihat Alauddin meneruskan pekerjaan ayahnya, alauddin
sangat menyesal sekali karena telah menolak perintah ayahanda.
Waktu terus
berjalan Alauddin melewatkan hari-harinya tanpa seorang ayah, sampai pada suatu
hari dia bertemu dengan seseorang yang dari daerah yang sangat jauh, sebut saja
dari afrika, dan dia ternyata adalah seorang tukang sihir dan mengaku sebagai
paman Alauddin, supaya dapat meyakinkan alauddin dia menceritakan tentang ayah
alauddin, dan ketika alauddin menceritakan kepada penyihir itu bahwa ayahnya
telah meninggal dia sangat terkejut sekali dan merasa sedih terhadap berita
yang disampaikannya itu, alauddin pun percaya dan ketika pulang ia menceritakan
tentang penyihir itu kepada ibunya, tapi anehnya ibunya menceritakan bahwa ayahnya
tidak mempunyai saudara lagi karena semua saudaranya telah meniggal dunia.
Besoknya lagi
alauddin bertemu dengan si tukang sihir lagi di pasar, si tukang sihir itu pun
mengajak alauddi ke suatu tempat yang sangat jauh sekali dari keramaian, dan
sampai disana dia menunjukkan tempat dan menyuruh alauddin mengambilkannya
suatu lampu tua dan menyerahkannya kepada dia, alauddin pun bersedia
mengambilkannya. Tapi tak di sangka-sangka ternyata alauddin terjebak di dalam
tempat itu karena tak bersedia menyerahkan benda itu karena si penyihir itu
menguncinya di dalam tempat itu.
Mungkin itu
gambaran umum mengenai Novel ini, karena penelitian ini memusatkan terhadap haraf
jar jadi hanya membahas ruang limgkup ilmu nahwu saja yang dibahas.
B. Haraf
Jar dalam Novel Alauddin dan Lampu Ajaib Karya Hasan Juher
Haraf jar dalam
novel ini bererta maknanya
4.
الباء
Mempunyai
sebelas makna, diantaranya:
12.
Menyambungkan, yaitu makna asal
tidak berbeda jauh dengan maknanya. Contohnya dalam novel:
لا يأبه بأوامر والديه ...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf ب)) dan mempunyai arti perintah karena bersambungan dengan kata
perintah.
13.
Meminta pertolongan, yaitu untuk
meminta pertolongan kepada Alloh swt. Contohnya dalam novel:
وحاول ولداه إصلاحه باللين تارة
...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (ب) dan mempunyai arti menyertai.
14.
Sebab-Sebab, yaitu sebab akibat yang
ditimbulkan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Contohnya dalam novel:
علاء الدين لنفسه
العابثة المستهترة العنان ...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (ل) dan mempuyai arti sebab akibat.
15.
Transitif, yaitu membutuhkan kata
kerja. Contohnya dalam novel:
ذاقت في أثنائها ...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (ل) dan mempunyai arti (transitif) membutuhkan kata kerja.
16.
Sumpah, yaitu sumpah terhadap
sesuatu hal. Contohnya dalam novel:
أن تعمل لتكسب قوتها وقوت ذلك ...
17.
Didalam atau bermakna (في ).
Contohnya dalam novel:
في مدينة من مدن الصين العظيمة ...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (في) dan mempunyai arti didalam dan menunjukkan pada tempat.
18.
Menyertai atau bermakna (في).
Contohnya dalam novel:
وكان ما يكسبه في صنعته ...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (في) dan mempunyai arti menyertai dan menunjukkan kepada arti
membuat.
19.
Sebagian atau bermakna (في).
Contohnya dalam novel:
في اللعب واللهو مع لداته ...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (في) dan mempunyai arti sebagian.
20.
Tentang. Contohnya dalam novel:
ولما عرف ما يريد عن علاء الدين
نحا نحوه ...
Penjelasan kalimat: haraf jar pada kalimat diatas
adalah haraf (عن) dan mempunyai arti tentang
sesuatu hal.
21.
Diatas atau bermakna (على). Contohnya
dalam novel:
ويقص على بعض النوادر ...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (على) dan mempunyai arti diatas.
22.
Menguatkan, yaitu menambahkan
lafazd. Contohnya dalam novel:
ومن توكل على الله كفاه شرور الناس
...
Penjelasan kalimat: haraf
jar pada kalimat diatas adalah haraf (على) dan mempunyai arti menguatkan.
5.
من
Mempunyai enam makna,
diantaranya:
7.
Memulai, yaitu memulai tentang
tempat atau waktu. Contohnya dalam novel:
ولكن خوفه من كشف قيمة الأطباق
...
8.
Sebagian atau bermakna (بعض).
Contohnya dalam novel:
حتى باع الاثنى عشر طبقا ...
9.
Menjelaskan. Contohnya dalam novel:
وذهب به إلى السوق ...
10.
Menguatkan, yaitu menambahkan
lafazd. Contohnya dalam novel:
أخذ علاء الدين طبقا كما فعل أول
مرة ...
11.
Didalam atau bermakna (في).
Contohnya dalam novel:
وكان مما حز في نفسي ...
أكبر التجار في المدينة ...
وفي أثنا ئه تجاذبو أطراف ...
12.
Tentang. Contohnya dalam novel:
عن اليمين وعن الشمال ...
6.
إلى
Mempunyai
tiga makna, diantaranya:
6.
Akhir, yaitu tentang waktu atau tempat.
Contohnya dalam novel:
بل رافقه إلى بيته ...
ودعا علاء الدين إلى مرافقته ...
ولما وصلا إلى أطراف المدينة ...
7.
Menyertai atau bermakna (مع).
Contohnya dalam novel:
ورأت على وجهه امارات التفكير ...
8.
Tentang. Contohnya dalam novel:
فوقفت عن يمينه وهو ينظر ...
9.
حتى
Mempunyai satu makna, yaitu akhir.
Contohnya dalam novel:
وظل الزمن يمر حتى كانت سن علاء
الدين خمس عشرة سنة ...
فما كاد يلمحه حتى وقف ...
حتى اقتربا منه ...
وما كادت تتم حديثها حتى دق
الساحر باب الدار ...
ولم يتم السا حر كلماته حتى
انفتحت الأرض أمامه ...
10.
عن
Mempunyai lima makna,
diantaranya:
7. Jauh.
Contohnya dalam novel:
عجنبى عن عظمتك ...
8. Sesudah.
Contohnya dalam novel:
هل أنت غريبة عن هذه الديار ...
9. Kepada.
Contohnya dalam novel:
هم ذهب إلى مقصورته ...
10. Sebab.
Contohnya dalam novel:
على أن يحمل كل صينية ...
11. Dari.
Contohnya dalam novel:
من الغلمان البيض ...
6.على
Mempunyai enam makna, diantaranya:
7. Diatas.
Contohnya dalam novel:
على علاء الدين ماجرى بينها وبين السلطان ...
8. Didalam.
Contohnya dalam novel:
وإن السلطان في انتظار ردك الان
...
9. Tentang.
Contohnya dalam novel:
وأخذوا يتساعلون عن نبعه ...
10. Menyertai.
Contohnya dalam novel:
اشتحوذة على قول الناس ...
11. Dari.
Contohnya dalam novel:
وفي حلوة ومن الناس ...
12. Makna (الباء). Contohnya
dalam novel:
ويذهبوا بها إلى مقصورة ...
12. في
Mempunyai enam makna, diantaranya:
7. Didalam.
Contohnya dalam novel:
وبالغ في الوصف ...
8. Sebab.
Contohnya dalam novel:
ومن السرور البادى ...
9. Menyertai.
Contohnya dalam novel:
وقد واقف الملك على زواجك
...
10. Diatas.
Contohnya dalam novel:
ولما وصل علاءالدين إلى القصر ...
11. Makna (الباء).
Contohnya dalam Novel:
المزخرف بأحسن الزخارف ...
12. Makna (في).
Contohnya dalam novel:
وفيها الناقورات العجيبة ...
8.الكاف
Mempunyai empat makna, diantaranya:
Makna (على).
Contohnya dalam novel:
ووفق على كثير من الأخبار ...
9.اللام
Mempunyai lima belas makna,
diantaranya:
Makna (في).
Contohnya dalam novel:
في الريف الجميل ...
واستأذن علاءالدين في الانصراف
...
في الملابس الفاخرة ...
10. الواو والتاء
Mempunyai satu makna, yaitu makna
sumpah. Contohnya dalam novel:
والعنت وشظف العيش وسوء الحال ...
وأعطني هذه النقود في يدى ...
والذي لفظ أنفاسه الأخيرة فيه ...
والأواني الأخرى ...
وافارس والاراق ...
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil
penelitian yang sudah dilakukan bahwasannya telah ditemukan haraf jar dalam
Novel Novel Alauddin dan Lampu Ajaib karya Hasan Juher, kemudian dari hasil
analisis ditemukkan banyak sekali makna haraf jar yang berkaitan dengan novel
tersebut, sehingga memunculkan makna yang berbeda-beda dan menjadi objek penelitiannya tentang haraf jar dengan
kajian ilmu nahwu, peneliti menyimpulkan dalam novel Alauddin dan Lampu Ajaib
karya Hasan Juher terdapat lebih dari 200 data yang ditemukkan dan memungkinkan
menjadikan penelitian ini menjadi penelitian selanjutnya yaitu skripsi.
B. Saran
Dengan tidak
mengurangi dan mohon maaf atas segala sesuatu yang telah peneliti sampaikan
atas proposal penelitian ini, jikalau banyak kesalahan dalam penelitian ini
karena peneliti sadar masih dalam masa pembelajaran, dan mudah-mudahan
penelitian ini menjadi rujukan terhada penelitian selanjutnya, kemudian
memberikan banyak manfaat khususnya kepada peneliti umumnya terhadap pembaca, dan
selanjutnya kritik dan saran terhadap peneliti sangat membantu demi
kesempurnaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan
Juher, Muhammad Ahmad Baroniq, dkk, Alauddin dan Lampu Ajaib, Kairo:
Darul Ma’arif, 1119.
Moch
Anwar, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy, Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 1997.
Musthafa
Tomum, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Jakarta: Darul Ulum Press, 1991.
Musthafa
Ghulayain, Jam’u Ad Durus Al Arobiyyah, Beirut: Maktabah Al Asriyyah,
1993.
Abdullah
Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa
Al-Quran, Mizan: Bandung, 1979.
Sumadi
Suryabrata, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1983.
Suharsimi
Arikunto, Menajemen Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1985.
Muhajdir Darwin,
Menyusun Laporan Penelitian, Yogyakarta: Gajdah Mada University Press, 1995.
Burhan Bungsin,
Penelitian Kualitatif, Jakarta: Prenada Media Group, 2009.
[1] Moch.
Anwar. 1995. Ilmu Nahwu Terjemahan. Sinar Baru Algensindo: Bandung, h.1
[2] Syeikh. Musthofa. Tomum. dkk.
Cet ke-3. Kaidah Tata Bahasa Arab. Darul Ulum Press:Jakarta. Hal.288.
[3]
Abdullah. Abbas. Nadwi. 1979. Belajar
Mudah Bahasa Al-Quran. Mizan: Bandung. Hal. 171.
[4] Darwin Muhajdir, Menyusun Laporan Penelitian, Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta. 1995. Hal. 9.
[5]
Arikunto Suharsimi, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta: Jakarta. 1985.
Hal. 269.
[6]
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Prenada Media Group: Jakarta.
2009. Hal 153-154.
[7]
Musthafa Al-golayayin, Jam’u Ad durus, Kairo: 2005, hal. 554.
[8]
Musthafa Al-golayayin, Jam’u Ad durus, Kairo: 2005, hal. 577.