BAGAIMANA SANKSI PIDANA TINDAKAN PENYADAPAN MENURUT HUKUM
YANG BERLAKU?
“Penyadapan
merupakan kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan
telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah.”
Sebelumnya,
kami pernah ditanya seorang klien bahwa “Kalau lacak HP orang lain,
melanggar hukum gak ya?” Pertanyaan selanjutnya, “Apakah melacak HP
orang lain, termasuk tindakan penyadapan?”.
Sebelum
menjawab lebih jauh pertanyaan ini, perlu diketahui, bagaimana penyadapan
menurut ketentuan yang berlaku? Pada Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (UU No.36/1999) tidak ada pengertian pada ketentuan umum tentang
penyadapan. Namun untuk pengertiannya, dapat kita temui pada Penjelasan Pasal
40 UU No.36/1999 yang secara jelas menyebutkan:
“Yang
dimaksud dengan penyadapan dalam pasal ini adalah kegiatan memasang alat atau
perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan
informasi dengan cara tidak sah. …”
Dari
penjelasan diatas, dapat kita lihat bahwa penyadapan merupakan tindakan untuk
mendapatkan informasi yang tidak sah dengan berbagai cara. Ini penting untuk
pahami, sebab UU No. 36/1999, secara tegas melarang penyadapan informasi
melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun (Pasal 40). Ketentuan
pidana atas tindakan penyadapan adalah 15 (lima belas) tahun penjara.
Hal
ini tegas, dapat kita temui pada Pasal 56 UU No.36/1999, disebutkan bahwa:
“Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
Jadi,
menurut UU No.36/1999 tindakan “melacak HP” tidaklah termasuk dalam kategori
penyadapan, sebab penyadapan intinya menggunakan alat tambahan pada jaringan
telekomunikasi, dengan maksud agar mendapatkan informasi.
Namun,
untuk “melacak HP” dengan mengakses suatu sistem elektronik tanpa hak atau
dengan cara melawan hukum juga termasuk perbuatan yang dilarang.
Menurut Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No.11/2008), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No.19/2016).
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 30 UU No.11/2008, yakni:
Menurut Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No.11/2008), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No.19/2016).
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 30 UU No.11/2008, yakni:
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Terhadap
perbuatan ini, ancaman pidananya pun beragam, mulai dari paling lama 6 (enam)
tahun sampai dengan 8 (delapan) tahun penjara. Ketentuannya dapat kita jumpai
pada Pasal 46 UU No.11/2008 yaitu:
- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enamratus juta rupiah).
- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuhratus juta rupiah).
- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapanratus juta rupiah).
Kaitannya
dengan penyadapan, menurut pengaturannya, selain UU No.36/1999, juga masuk
dalam tindakan atau perbuatan yang dilarang.
Hal
dapat kita jumpai pada Pasal 31 Ayat (1) UU No.19/2016, disebutkan, bahwa:
“Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau
penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.”
Meskipun,
memang pada ketentuan umum UU No.19/2016, tidak juga disebutkan, tentang
pengertian mengenai penyadapan. Tetapi, pada penjelasan Pasal 31 Ayat (1) UU
No.19/2016, disebutkan bahwa Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk
mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel,
seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Sanksi
pidana terhadap perbuatan penyadapan atau intersepsi menurut UU No.11/2008
khususnya Pasal 47, bahwa:
“Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapanratus juta rupiah).”
Jadi,
dapat kita lihat bahwa sanksi tindakan penyadapan menurut UU No.11/2008 lebih
rendah bila dibandingkan dengan ketentuan pidana pada UU No.36/2009. Namun,
yang jelas tindakan penyadapan merupakan perbuatan yang secara tegas dilarang
oleh hukum, kecuali yang secara jelas ditentukan lain.
Pengecualian
terhadap sanksi pidana penyadapan adalah tindakan yang kaitannya dengan
penegakan hukum, artinya penyadapan dapat dilakukan untuk maksud dan tujuan
penegakan hukum. oleh pejabat yang berwenang. Misalnya, Polisi atau Jaksa.
Ketegasan
ini, dapat kita jumpai pada Pasal 31 Ayat (3) UU No.19/2016, yaitu:
“Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap
intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya
ditetapkan berdasarkan undang-undang.”
Selain
polisi dan jaksa, institusi lainnya yang ditetapkan memiliki kewenangan
penyadapan oleh Undang Undang adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena
menurut Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (UU No.30/2002), pada Pasal 12 disebutkan dengan jelas salah
satu kewenangan KPK yaitu melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
Dengan
demikian, semua perbuatan penyadapan maupun mengakses Sistem Elektronik dengan
cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik tanpa izin. Selain oleh pejabat yang berwenang dan
demi alasan penegakan hukum, hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dan
memiliki ancaman pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda.
Semoga
artikel ini bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment