Operatie Product yang dalam
bahasa Indonesia memiliki arti Operasi Produk merupakan sebutan dari Agresi
Militer yang dilakukan oleh Tentara Militer Belanda terhadap wilayah
negara Republik Indonesia, terutama di wilayah pulau Jawa dan Sumatra. Operasi
militer tersebut dilancarkan pada 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947, yang
merupakan bagian dari aksi polisional pihak Belanda demi mempertahankan
pemahamannya terhadap hasil dari perjanjian Linggarjati. Agresi militer yang
dilancarkan pihak Belanda ini merupakan sebuah pelanggaran yang fatal dan tidak
dapat dibiarkan oleh bangsa Indonesia.
Latar belakang
Belanda menafsirkan isi
dari perjanjian Linggar Jati berasarkan pidato Ratu Wihelmina pada 7 Desember
1942, yang pada intinya menginginkan bangsa Indonesia menjadi anggota
Commonwealth dan akan dibentuk menjadi negara federasi, lantas Belanda yang
akan mengatur hubungan luar negeri bangsa Indonesia. 15 Juli 1947, van Mook
sebagai Gubernur Jendral Belanda di Indonesia mengultimatum bangsa Indonesia
agar menarik pasukannya untuk mundur dari garis batas demarkasi sejauh
10 km, yang tentu saja ditolak dengan tegas oleh para pemimpin bangsa
Indonesia waktu itu.
Belanda memiliki tujuan
saat melancarkan agresi militer terhadap bangsa Indonesia, yakni ingin
menguasai secara penuh wilayah-wilayah Indonesia yang memiliki potensi kekayaan
alam, hasil perkebunan berupa rempah-rempah dan juga minyak. Untuk menghalalkan
aksinya tersebut dimata dunia Internasional Belanda menyatakan bahwa agresi
militer tersebut hanyalahaksi polosional dan merupakan urusan dalam negeri.
Berikut ini tujuan utama
Pihak Belanda melancarkan Agresi Militernya terhadap bangsa Indonesia :
- Militer : Belanda menggunakan agresi militer demi memusnahkan TNI sebagai ujung tombak pertahanan bangsa dengan begitu Indonesia akan lemah dan mudah dikendalikan.
- Politis : dengan agresi militer yang dilancarkan pihak Belanda terutama mengepung titik-titik strategis seperti ibu kota negara secara tidak langsung akan menghapuskan kedaulatan bangsa Indonesia.
- Ekonomis : wilayah Indonesia yang terkenal akan hasil rempahnya yang berkualitas dan memiliki nilai jual yang tinggi membuat Belanda enggan melepaskan dan melihat bangsa Indonesia merdeka.
Melalui radio van Mook
menyampaikan sebuah pidato yang menyatakan, jikalau Belanda sudah tidak terikat
lagi dengan perjanjian Linggarjati. Dan pada waktu itu tentara Belanda
berjumlah sedikitnya lebih dari 100.000 tentara bersenjata lengkap, dan
dilengkapi dengan peralatan tempur yang modern temasuk senjata berat yang
diperoleh dari tentara Inggris dan tentara Australia.
Awal Mula
J. A. Moor, didalam bukunya
mencatat bahwa agresi militer Belanda I terhadap Indonesia mulai dilancarkan
pada 20 Juli 1947. Gubernur Jenderal HJ Van Mook didalam sebuah konferensi pers
pada malam 20 Juli di istana menyatakan kepada wartawan mengenai kapan aksi
Polisionil oleh Belanda pertama kali dilancarkan. Agresi telah dimulai di
beberapa wilayah di Jawa Timur, dan bahkan telah dimulai sejak 21 Juli malam.
Tujuan utama wilayah yang ingin dikuasai oleh Belanda ada di tiga wilayah
Indonesia yang strategis yakni, Sumatera bagian timur, Jawa Tengah juga di Jawa
Timur.
Belanda menyasar wilayah
dengan perkebunan tembakau di Sumatera Timur. Dan di wilayah Jawa Tengah
Belanda ingin menguasai pantai utara seluruhnya, serta perkebunan tebu beserta
pabrik gula yang ada di wilayah Jawa Timur. Belanda, dalam agresi militernya
mengirim dua pasukan khusus, yakni sebagai berikut:
- Korps Speciale Troepen (KST) yang dipimpin oleh Westerling dengan pangkat Kapten
- Pasukan Para I (1e para compagnie) dan dipimpin oleh Kapten C. Sisselaar.
Pasukan KST merupakan
pengembangan dari pasukan DST, pasukan yang melakukan pembantaian di Sulawesi
Selatan. Dan ditugaskan kembali untuk melancarkan agresi militer di pulau Jawa
dan juga di wilayah Sumatra Barat. Dalam agresi tersebut Belanda berhasil
menaklukan wilayah-wilayah strategis Republik Indonesia, terutama wilayah yang
kaya hasil rempah-rempahnya, hasil tambang serta dan wilayah pesisir yang
memiliki dermaga pelabuhan.
Sebuah pesawat milik
Republik Dakota dengan simbol Palang Merah yang tertera di badan pesawat
membawa bantuan obat-obatan dari Singapura, yang merupakan sumbangan dari
Palang Merah Malaya pada 29 Juli 1947 ditembak jatuh oleh tentara Belanda.
Serangan tersebut membut pasokan obat-obatan milik para pejuang hancur dan juga
telah menewaskan Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto yang merupakan
Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh yang juga seorang Perwira Muda Udara I
Adisumarmo Wiryokusumo.
Peran serta Dewan Keamanan
PBB
Secara resmi bangsa
Indonesia melaporkan tindakan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke
Dewan Keamanan PBB, sebab agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda sudah
melanggar dan mengingkari perjanjian Linggarjati yang merupakan sebuah
perjanjian yang disaksikan dunia Internasional. Tindakan agresi militer Belanda
pun mendapat kecaman yang luar biasa dari dunia internasional, bahkan Inggris
pun juga bereaksi dengan tidak lagi menyetujui segala macam tindakan
penyelesaian masalah secara militer.
Untuk pertama kalinya pada
3 Juli 1947, masalah mengenai agresi militer Belanda terhadap Indonesia
dimasukkan ke dalam agenda sidang Dewan Keamanan PBB. Hal tersebut karena
dorongan dari pemerintah India dan Australia yang termasuk anggota PBB, dan
dalam sidang tersebut dikeluarkanlah sebuah Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus
1947, yang didalamnya berisi seruan kepada kedua belah pihak agar menghentikan
konflik bersenjata tersebut. Secara de facto pemerintahan Republik Indonesia
diakui oleh Dewan Keamanan PBB, ini terbuukti dari semua resoluusi yang
dikeluarkan oleh PBB yang secara resmi memakai nama Indonesia bukannya Netherlands
indies.
Dewan keamanan menyebut
konflik antara Belanda dan Republik Indonesia dengan sebutan The Indonesian
Question. Berikut beberapa resolusi yang didalamnya membahas mengenai konflik
antara Belanda dan Republik Indonesia.
- Resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947,
- Resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus 1947,
- Resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta
- Resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949.
Karena desakan dari Dewan
Keamanan PBB, pada akhirnya pihak Belanda menyatakan akan menghentikan
pertempuran dengan bangsa Indonesia demi resolusi dari Dewan Keamanan PBB.
Dengan diterimanya resolusi dari Dewan Keamanan PBB pada 17 Agustus 1947 oleh
pihak Belanda dan pemerintah Republik Indonesia pun melakukan gencatan senjata.
Setelah gencata senjata dilakukan, Dewan Keamanan PBB pada 25 Agustus 1947 pun
membentuk sebuah komite yang nantinya memiliki fungsi sebagai penghubung dan
penengah konflik idantara Indonesia dan Belanda.
Komite tersebut pada
mulanya hanya berfungsi sebagai Committee of Good Offices for Indonesia
(Komite Jasa Baik Untuk Indonesia) dan kemudian lebih sering dikenal dengan
sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Hal ini karena memang hanya beranggota tiga
negara, diantaranya Australia yang ditunjuk oleh Indonesia diwakili oleh
Richard C. Kirby, dan Belgia ditunjuk oleh Belandadiwakili oleh Paul van
Zeeland, serta Amerika Serikat ditunjuk sebagai pihak netralyang diwakili oleh
Dr. Frank Graham.